
Jayapura, Jubi – Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan tindakan pengangkatan dan pelantikan pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sarmi, terindikasi wakil bupati sebagai Plt. Bupati Sarmi Albertus Suripno telah mengabaikan larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga dapat diberhentikan dari jabatannya sebagai Wakil Bupati yang saat ini melaksanakan tugas sebagai Plt Bupati Sarmi.
Penegasan Gubernur Papua ini disampaikannya dalam release yang diterima redaksi semalam, Selasa (26/1) menangapi pernyataan Plt. Bupati Sarmi melalui salah satu media elektronik di Jayapura dengan topik “SK Gub Tak Batalkan SK Plt. Bupati” tanggal 12 Januari lalu.
Setidaknya ada enam poin penting yang ditanggapi Gubernur, yakni Ir. Alberthus Suripno saat ini statusnya masih sebagai wakil bupati yang mendapatkan tugas sebagai pelaksana tugas atau Plt Bupati Sarmi berdasarkan SK Gubernur Papua No. : 180/12038/SET, perihal penugasan wakil bupati Sarmi sebagai pelaksana tugas Bupati Sarmi serta keputusan Mendagri, No. :131.91/5530/0TDA, tentang pemberhentian sementara terdakwa Bupati Sarmi a.n. Drs Mesak Manibor, MMT serta penunjukan Wakil Bupati Sarmi a.n. Ir. Alberthus Suripno sebagai Pelaksana Tugas Bupati Sarmi.
Pelaksana Tugas Bupati dilarang melakukan mutasi pegawai sebagai mana ditentukan dalam pasal 132.A Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana dipertegas dalam penjelasan Kepala BKN melalui Surat No.: K.26-30/V.100-2/99 tertanggal 19 Oktober 2015.
Kemudian, Pengangkatan dan Pelantikan Kepala SKPD maupun pejabat struktural lainnya di Kabupaten Sarmi pada tanggal 15 Desember 2015, yang dilakukan oleh Wakil Bupati selaku Pelaksana Tugas atau Plt. Bupati Sarmi, tidak berpedoman dan atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 2014 tentnag aparatur sipil negara (ASN) pasal 72 ayat 3, ditetapkan bahwa promosi pejabat administrasi dan pejabat fungsional PNS atau setingkat eselon III,IV dan V dilakukan oleh pejabat Pembina kepegawaian setelah mendapat pertimbangan tim penilaian kinerja.
Sedangkan pada pasal 115 dan 120, ditetapkan bahwa pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama atau setingkat eselon II dilakukan oleh pejabat Pembina.
Ketiga, sikap Wakil Bupati Sarmi selaku Plt Bupati, yang menolak pembatalan Kepala SKPD di Kabupaten Sarmi, karena pengangkatan dan pelantikan tersebut tidak dilaksanakan sesuai aturan, adalah merupakan sikap ketidak patuhan dan atau perlawanan kepada pimpinan atau pejabat diatasnya, dalam hal ini kepada Gubernur Papua. Karena langkah yang dilakukan oleh Gubernur Papua dalam membatalkan SK Plt. Bupati Sarmi tersebut sudah sesuai dengan kewenangan Gubernur selaku wakil pemerintah pusat dan pejabat diatas yang lebih tinggi kedudukannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 54 tahun 2009 tentang naskah dinas di lingkungan pemerintah daerah, pasal 75 ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan bahwa perubahan dan pencabutan naskah dinas dapat dilakukan oleh pejabat diatasnya. Selain itu pada Bab 12 tentang pembinaan dan pengawasan, pasal 77, ayat 2 ditetapkan bahwa gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan naskah dinas di lingkungan pemerintah kabupaten/kota.
Keempat, Undang-undang No. 23 tahun 2014 yang telah mengalami perubahan kedua kalinya melalui UU No. 9 tahun 2015 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, pasal 8 ayat 2 ditetapkan bahwa pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan kewenangannya kepada Gubernur untuk bertindak atas nama pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan kepada daerah kabupaten/kota. Karena perannya sebagai wakil pemerintah pusat maka hubungan gubernur dengan pemerintah daerah dalam hal ini kabupaten/kota bersifat hiearkis. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan pembinaan umum, salah satunya adalah wakil pemerintah pusat melakukan pembinaan umum, salah satunya adalah kepegawaian pada perangkat daerah.
Pasal 91 ditetapkan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk membatalkan perdas kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota (termasuk SK bupati/walikota yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan), memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/walikota terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, pernyataan Wakil Bupati sebagai Plt Bupati Sarmi, bahwa produk hukum yang ditetapkan setiap kepala daerah ditingkat kabupaten/kota tak dapat dibatalkan oleh karena daerah ditingkat provinsi dan hanya bisa dicabut atau dibatalkan oleh sang bupati sendiri, atau melalui sidang gugatan di PTUN adalah pernyataan tidak benar, sesaat dan membohongi public serta merupakan upaya mengkerdilkan kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
“Tindakan pengangkatan dan pelantikan pejabat structural di lingkungan pemerintah Kabupaten Sarmi oleh Wakil Bupati yang saat ini sebagai Plt Bupati telah dua kali dilakukan dan tidak berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan,”tukasnya. Pengangkatan dan pelantikan pertama pada 6 Agustus 2015 berdasarkan SK Nomor 821.2-05 tanggal 29 Juli 2015 telah dibatalkan atau diminta untuk ditinjau ulang oleh Ketua KASN melalui surat nomor 821.2/9707/SET tertanggal 13 Agustus 2015.
Dengan tidak mengindahkan mengindahkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Wakil Bupati Sarmi sebagai Plt Bupati kembali lagi mengangkat dan melantik pejabat structural di Kabupaten Sarmi pada tanggal 15 Desember 2015, yang juga dianulir oleh Ketua Komisi ASN melalui surat nomor-B-1456/KASN/12/2015 dan juga dibatalkan oleh Gubernur Papua, melalui surat nomor 821.2/15382/SET.
Hasil kesepakatan yang dikeluarkan melalui surat KASN No. B.18/KASN/1/2016, tertanggal 7 Januari 2016, yang ditandatangani langsung oleh Prof Dr. Sofian Efendi, Ketua Komisi ASN, telah disampaikan ke Gubernur Papua melalui Kepala BKD Provinsi Papua, Bupati Sarmi dan Wakil Bupati selaku Plt Bupati.
Melihat kesepakatan tersebut melalui tersebut maka Surat Gubernur Papua No. : 821.2/15382/SET tertanggal 21 Desember 2016, perihal pembatalan pengangkatan PNS dalam jabatan pimpinan tinggi pratama (Eselon II.B) di lingkungan Pemkab Sarmi, telah diterima keabsahannya oleh 2 Kementerian (Kemendagri dan KemenPAN-RB) dan 2 lembaga non departemen yaitu BKN dan KASN, namun demikian, pad kenyataan justru surat gubernur Papua ini dipermasahkan oleh Wakil Bupati sebagai Plt Bupati yang menyatakan bahwa Gubernur tidak bisa membatalkan SK Plt Bupati.
Melihat tindakan wakil bupati selaku Plt Bupati yang berturut-turut sebanyak 2 kali melakukan pengangkatan dan pelantikan penjabat structural di lingkungan pemerintah Kabupaten Sarmi dengan tidak mengindahkan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan serta mengabaikan surat-surat penegasan dan pembatalan oleh KASN maupun Gubernur selaku wakil pemerintah pusat.
Untuk poin keenam, pada intinya sesuai dengan UU No.23 tahun 2014 yang telah mengalami perubahan kedua kalinya melalui UU No.9 tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang – Undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Pasal 64 ayat (2) tentang sumpah/janji Wakil Kepala Daerah dan Pasal 67 tentang kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta Pasal 76 tentang larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah ayat (1) huruf a,b dan g, dimana ditetapkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang, seperti membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Kemudian membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskreditkan warga negata dan atau golongan masyarakat dan yang bertentangan dengan ketentuan perundang – undangan.
Menyanglahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya.
Demikian halnya perlu pada Pasal 78 ayat (2) huruf c,d dan e, ditetapkan kepala daerah dan atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan karena, dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah.
Tidak melaksanakan kewajiban daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 hutuf b yaitu mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang – undangan. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf a,b dan g. (Alexander Loen)